Kamis, 27 September 2012
KEPERAWATAN
TRANSKULTURAL
Konsep
etnik dan budaya
Etnik adalah
seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Sekelompok
etnik adalah sekelompok individuyang mempunyai budaya dan sosial yang unik
serta menurunkannya pada generasi berikutnya (herderson & primeaux, 1981).
Sedangkan ras adalah merupakan sistem pengklasifikasian manusia berdasarkan
karakteristik fisik, pigmentasi, bentuk tubuh, bentuk wajah,bulu pada tubuh,
dan bentuk kepala.
Budaya adalah keyakinan
dan perilaku yang diturunkan atau diajarkan manusia kepada generasi berikutnya
(Taylor,1989). Pendapat yang lain dari pengertian sebuah budaya adalah sesuatu
yang kompleks dan mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan,
dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunitas
(Sir Edward Taylor,1871), dalam Andrew & Boyle,1995. Budaya yang telah
menjadi kebiasaan ini diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural ,
melalui tiga strategi utama intervensi , yaitu mempertahankan, menegosiasi, dan
merestrukturisasi budaya.
Konsep
Dasar Keperawatan
Pengertian
Kepercayaan
transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analis dan
studi perbandingan tentang perbedaan budaya (Leininger,1978). Perawatan
transkultural ini diberikan pada klien untuk mempertahankan dan meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan budaya yang dimiliki klien,serta ditambahkan
dengan konsep dasar keperawatan. Pelayanan keperawatan transkultural ini
diberikan kepada klien seuai latar belakang budayanya.
Tujuan
Tujuan dari pemberian
keperawatan transkultura ini adalah untuk mengembangkan sains dan pohon
keilmuan, sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan
universal (Leininger,1978). Yang dimaksud dengan kultur spesifik adalah kultur
dengan nilai-nilai dan norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain,
contohnya adalah bahasa. Sedangkan yang dimaksud kultur universal nilai- nilai
dan norma yang diyakini dan dilakukan oleh semua kultur, contohnya adalah
budaya berolahraga agar tubuh tetap sehat dan bugar.
Paradigma keperawatan transkultural
Paradigma keperawatan
transkultural adalah cara pandang ,persepsi, keyakinan, nilai- nilai, dan
konsep dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang
budaya terhadap empat konsep sentral, yaitu manusia, keperawatan, kesehatan, dan
lingkungan (Leininger,1984, Andrew & Boyle,1995, & Barmin,1998).
Dalam perawatan
transkultural terdapat pengkajian, pengkajian ini adalah suatu proses mengumpulkan
data untuk mengidentifikasikan masalah kesehatan klien sesuai latar belakang
budaya (Andrew & Boyle,1995).
Dalam proses pengkajian
ini terdapat beberapa point penting diantaranya:
a. Pemanfaatan
teknologi kesehatan
Teknologi
kesehatan adalah sarana yang memungkinkan manusia untuk memilih atau mendapat
penawaran dalam penyelesaian masalah kesehatan (Loedin,2003). Pemanfaatan
teknologi kesehatan ini dipengaruhi oleh sikap tenaga kesehatan,kebutuhan serta
permintaan masyarakat. Sehingga peran perawat dalam perawatan transkutura
ini,adalah mengkaji persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
untuk mengatasi permasalahan kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan,
persepsi sehat- sakit, kebiasaan berobat atau cara mengatasi masalah kesehatan.
Contohnya adalah klien mempunyai alasan tidak mau memakan makanan yang
mengandung protein yang tinggi seperti daging,telur dan susu, setelah pasien
tersebut mengalami operasi.
b. Agama
dan filosofi
Agama adalah suatu sistem simbol
yang berkontribusi terhadap pandangan dan motivasi yang amat realistis(uniquely realistic)baagi para
pemeluknya. Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan klien,
seperti agama yang dianut, kebiasaan pemeluk agama yang berdampak positif
terhadap kesehatan serta cara klien beradaptasi terhadap situasi saat ini.
c. Kekeluargaan
dan sosial
Keluaga adalah dua orang individu
atau lebih yang bergabung karena ikatan tertentu untuk berbagai pengalaman dan
emosi serta mengidentifikasikan diri sebagai bagian dari keluarga (Friedman,
1998). sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan perilaku
intrerpersonal atau yang berkaitan dengan proses sosial (Soekanto,1983) faktor
keluarga dan sosial yang perlu dikaji oleh perawat, yaitu nama lengkap dan nama
panggilan termasuk marga bila ada, usia,atau tempat dan tanggal lahir.
d. Nilai-nilai
budaya dan gaya hidup
Nilai adalah konsepsi-konsepsi
abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk. Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan
ditetapkan oleh penganut budaya yang
baik atau buruk (Soekanto, 1983). Norma adalah aturan sosial atau patokan
perilaku yang dianggap pantas. Nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini oleh
individu tampak di dalam masyarakat sebagai gaya hidup sehari-hari (Meyer,
2003).
Hal-hal
yang perlu berkaitan dengan nilai-nilai dan budaya dan gaya hidup adalah posisi
atau jabatan, misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang
digunakan,pantangan terhadap makanan tertentu, kebiasaan yang sering dilakukan.
e. Kebijakan
dan aturan rumah sakit yang berlaku
Kebijakan dan peraturan rumah sakit
yang berlaku adalah sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok
dalam asuhan keperawatan transkultural (Andrew & Boyle, 1995). Misalnya,
peraturan atau kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, klien harus
memakai baju seragam, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, hak dan
kewajiban klien dalam perjanjian dengan rumah sakit, serta cara klien membayar
perawatan di rumah sakit.
f. Status
ekonomi klien
Ekonomi adalah usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan material
dari sumber-sumber yang terbatas (Soekanto, 1982).klien yang dirawat dirumah
sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayain
sakitnya agar segera sembuh. Sumber yang umumnya dimanfaatkan oleh klien
misalnya asuransi. faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat, antaralain
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, kebiaasaan menabung, dan jumlah
tabungan dalam sebulan.
g. latar
belakang pendidikan klien
Latar belakang pendidikan klien
adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendididikan formal tertinggi saat
ini. Dalam menempuh pendidikan formal tersebut klien mengalami suatu
proses`eksperimental. Proses experimental adalah suatu proses menghadapi dan
menyelesaikan masalah yang dimulai dari keluarga, kemudian dilanjutkan
kependidikan diluar keluarga (Leininger, 1978; Ardhana,1986).
Perawat
dapat menkaji latar belakang pendidikan klien yang meliputi tingkat pendidikan
klien yang meliputi tingkat pendidikan klien dan keluarga, kemampuan klien
menerima pendidikan kesehatan, serta kemampuan klien belajar serta mandiri
tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
h. diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan adalaha respon
klien sesuai dengan latar belakang budayanya yang dapat dicegah, dibah, atau
dikurangi melalui intervensi keperawatan (Andrew & Boyle, 1995 ; Ginger
Davidhizar, 1995 ; Potter & Perry, 1997). Perawat dapat melihat respon
klien dengan cara mengidentifikasi budya yang mendukung kesehatan, budaya yang
menurut klien pantang untuk dilanggar, serta budaya yang bertentangan dengan
kesehatan.
i.
Perencanaan dan Implementasi
Perencanaan dan implementasi adalah
suatu proses memilih strategi keperawatan yang tepat dan melaksanakan tindakan
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Andrew Boyle, 1995; Ginger Davidhizar, 1995). Perencanaan
dan implementasi perawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai
pedoman (Leninger, 1984 ; Ginger Davidhizar, 1995) yaitu :
1)
Mempertahankan budya bila budya pasien
tidak bertentangan dengan kesehatan
2)
Negoisasi budaya, yaitu intervensi
keperawatan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang
lebih menguntungkan kesehatannya
3)
Retrukturasi budaya klien karena budaya
yang dimiliki saat ini bertentangan dengan kesehatan.
Pemahaman
budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat-klien yang bersifat teraupetik. Hubungan perawat-klien yang bersifat
teraupetik akan menciptakan kepuasaan klien dan membangkitkan energi kesembuhan.
(McClokey & Grace, 2001)
j.
Evaluasi
Evaluasi adalah sekumpulan metode
dan keterampilan untuk menentukan kegiatan yang dilaksanankan sesuai dengan
yang direncanakan dan memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan individu
(Posavac, 1980 dalam Sahar, 1998).
Evaluasi keperawatan transkultural
dilakukan terhadap keberhasilan klien dalam mempertahankan budaya yang sesuai
dengan kesehatan, negoisasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatanbdan restrukturasi budaya yang bertentangan dengan kesehatan.
k. Kompetensi
budaya
Kompetensi budaya adalah seperangkat
perilaku, sikap, dan kebijakan yang bersifat saling melengkapi dalam suatu sistem kehidupan sehingga memungkinkan untuk
berinteraksi secara efektif dalam suatu kerangka berhubungan antarbudaya
didunia (Cross,T.et al,1989). Asuhan keperawatan yang berbasis kompetensi
budaya memungkinkan perawat sebagai petugas kesehatan mengelola secara utuh
elemen-elemen pelayanan kesehatan di keluarga, termasuk mengelola hambatan atau
tantangan ditingkat instituisional.
l.
Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam
komunikasi lintas budaya perlu mendapat perhatian khusus. Bahasa ditanah jawa
umunya bertingkay-tingkat bergantung dari lawan bicara yang dihadapi.
Budaya dan makanan
Budaya
dan makanan memiliki hubungan yang sangat erat. Makan berfungsi untuk
mempertahankan, meningkatkan dan mengembalikan kesehatan yang optimal.pemilihan
bahan, pengelolahan, dan pengonsumsiannya berkaitan dengan budaya individu,
keluarga, dan komunitas setempat. Misalnya, wanita hamil dari suku Jawa harus
dapat mempertahankan kesehatan selama hamil perlu mengkonsumsi protein, tetapi
adat melarang wanita hamil memakan makanan yang berbau amis karena khawatir
akan kondisi anak yang dilahirkan nanti.
Kondisi
tersebut dapat dialami berbagai suku yang dijumpai oleh perawat saat melakukan
asuhan keperawatan keluarga.
Budaya kesehatan di Indonesia
Indonesia
sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya bermukim di daerah pedesaan
dengan tingkat pendidikan penduduk mayoritas sekolah dasar dan belum memiliki budaya
hidup sehat. Hidup sehat adalah hidup bersih, kebersihan belum menjadi budaya
sehari-hari. Bahkan sampai saat ini, masih banyak anggota masyarakat yang
menganggap bahwa orang orang miskin dilarang berobat. Hal ini, dikaitkan dengan
nilai ekonomis dari obat tersebut yang tidak dapat dijangkau oleh beberapa
lapisan masyarakat. Namun, dibalik itu semua, pemerintah sudah berusaha untuk
memberikan subsidi keringan harga obat untuk masyarakat kurang mampu seperti
Jamkesmas ( Jaminan Kesehatan Masyarakat), dll.
Di
lain pihak, banyak masyarakat yang menganggap bahwa olahraga mampu menangkal
semua penyakit. Namun, apabila dipahami, hal tersebut terbatas hanya pada
penyakit non infeksi karena olahraga tidak menjadikan orang menjadi kebal
terhadap penyakit infeksi. Bahkan sebaliknya, penyakit infeksi akan bertambah
parah apabila seseorang berolahraga. Karena itu, seseorang yang ingin
berolahraga harus memiliki status sehat yakni bebas dari penyakit infeksi dan
faali, alat-alat tubuhnya berfungsi normal pada waktu istirahat, kecuali bila
yang bersangkutan memang akan melakukan olahraga dengan tujuan untuk
penyembuhan atau rehabilitasi.
Menurut Daldiyono (2007:16) tidak semua orang sakit memiliki penyakit. Namun
kenyataannya suatu rasa sakit
bukan merupakan penyakit bila tidak menganggu aktivitas dan fungsi pokok,
misalnya makan, minum, buang air besar, buang air kecil, tidur dan aktivitas
sehari-hari lainnya
KELUARGA
JAWA TIMUR
A. Sejarah
Perkembangan Keluarga Jawa Timur
Para peneliti di Jawa Timur telah
menemukan fosil-fosil manusia yang dapat menunjukan bahwa Jawa Timur pernah
didiami sejenis manusia yang sangat tua, terutama di daerah lembah sungai
Brantas.
Dalam sejarah, Jawa Timur pernah menjadi
pusat kekuasaan dan pemerintahan raja-raja dari abad X sampai abad XII atau dalam periode
raja-raja Kediri, Singosari, dan Majapatih.
B.Perkembangan Bahasa di Jawa Timur
Bahasa di daerah Jawa Timur mengalami
perkembangan, tidak hanya sebagai media komunikasi, tetapi juga berfungsi
sebagai ekspresi seni dan wadah budaya.
bahasa-bahasa daerah tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut :
bahasa-bahasa daerah tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut :
·
Lambang didalam keluarga dan masyarakat
daerah
·
Lambang identitas daerah
·
Alat komunikasi di dalam keluarga dan
masyarakat daerah
·
Alat pengembang dan pendukung kebudayaan
daerah
Sebagian besar penduduk
Jawa Timur adalah suku bangsa Jawa dan suku bangsa Madura. Kedua suku bangsa
ini mempunyai bahasa yang berbeda , yaitu bahasa jawa dan madura.
Bahasa Jawa mengenal
tingkat bahasa yang disebut “Unggah-ungguhing basa”, beberapa tingkatan bahsa
dalam bahasa jawa adalah sebagai berikut :
1. Basa
ngoko lugu
2. Basa
ngoko andap
3. Basa
madya ngoko
4. Basa
madya kromo
5. Basa
madyantara
6. Basa
kraman tara
7. Basa
krama kraman tara
8. Basa
krama inggil
9. Basa
krama desa
10. Basa
bangongan
Tingkatan-tingkatan bahasa tersebut
telah mengalami kesurupan, artinya
sudah banyak orang yang tidak memperhatiaknnya lagi.
3. Aspek Demografi
Tingkat
kepadatan rata-rata penduduk Jawa Timur pada tahun 2001 sebesar 767 orang/km2
Daftar Pustaka
Sudarma, Momon.2008. Sosiologi Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Langganan:
Postingan (Atom)